Cerita Perjalanan Mendaki Gunung Ciremai via Trisakti Sadarehe: Bersama Rapli, Mr. Bayu, Hendi, dan Kakang Haikal Oleh M. Ropi Rapli Almuplihun

0
51

Nama saya M. Ropi Rapli Almuplihun, siswa jurusan RPL di SMKN Bantarkalong, saat ini saya juga dikenal dengan julukan “Si PELET BENTO” (Pendaki Lelet Bentar-bentar Photo) karena hobi memotret di sela-sela pendakian. Selama 6 bulan ke depan, saya diberikan kesempatan berharga untuk menjalani PKL di PT Kinergi Indonesia. Saya yakin pengalaman ini tidak hanya akan memperluas wawasan saya di bidang teknologi, tetapi juga akan menjadi inspirasi untuk terus berkembang dan berkontribusi lebih banyak di dunia teknologi.

Dengan semangat yang sama seperti saat mendaki, saya berkomitmen untuk memanfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin. Saya percaya bahwa PKL ini akan menjadi bekal penting dalam mempersiapkan diri menghadapi tantangan karir di masa mendatang, baik di dunia kerja maupun di setiap “pendakian” dalam perjalanan hidup saya.

Pagi itu, matahari masih malu-malu menampakkan diri ketika kami—Rapli, Mr. Bayu, Hendi, dan Kakang Haikal—siap memulai pendakian di jalur Trisakti Sadarehe Gunung Ciremai. Semangat kami menggebu, meski tahu jalur ini bukanlah trek yang mudah. Start pukul 06:30, kami mantap melangkah diiringi hawa sejuk yang perlahan mulai menghangat.

Pos 1 – Lawang Gede: Pembuka Perjalanan

Kami mulai perjalanan menuju Pos 1, Lawang Gede. Di sini, jalurnya masih landai, dengan pepohonan yang rimbun dan segar. Mr. Bayu, yang sejak awal menjadi “pemandu” kami, sesekali menengok ke belakang memastikan semuanya baik-baik saja. Rapli, seperti biasa, melontarkan canda untuk menghangatkan suasana, sementara Hendi dan Kakang Haikal menjaga ritme jalan dengan tenang.

Pos 2 – Tegal Jamuju: Suasana Semakin Hangat

Setelah sekitar satu jam berjalan, kami tiba di Pos 2, Tegal Jamuju. Suasana di sini nyaman dengan pemandangan hutan yang semakin lebat. Kami berhenti sejenak untuk minum dan mengambil napas. Hendi, yang baru pertama kali mendaki Ciremai, mulai berkomentar, “Oke, ini baru pemanasan, kan? Masih siap sampai puncak, ya?”

Kami semua tertawa, sementara Kakang Haikal yang biasanya pendiam hanya tersenyum simpul. Suasana masih penuh tawa, dan tenaga kami masih segar untuk melanjutkan perjalanan.

Pos 3 – Kayu Manis: Awal Tanjakan yang Menguji

Menuju Pos 3, Kayu Manis, trek mulai menanjak dan jalurnya semakin sempit. Keringat mulai membasahi wajah, namun pemandangan di sekitar begitu memukau. Pohon-pohon tinggi dengan akar besar menjadi teman di sepanjang jalan.

Rapli, yang selalu berada di depan, mulai memberi tanda-tanda berhenti saat kami mulai terasa lelah. “Kayaknya nama posnya Kayu Manis, tapi rasanya sudah pahit nih!” canda Rapli sambil mengelap keringat. Kami semua tertawa, meski sebenarnya tanjakan mulai terasa berat.

Pos 4 – Pengorbanan Cinta: Tanjakan yang Makin Menantang

Sampai di Pos 4, Pengorbanan Cinta, tenaga mulai terkuras. Nama pos ini cukup menarik, seakan-akan mengisyaratkan bahwa kami perlu “berkorban” untuk bisa mencapai puncak. Tanjakan yang curam benar-benar menguras tenaga, tapi Mr. Bayu selalu mengingatkan kami untuk berhati-hati.

“Di sini nggak boleh mundur, ingat pengorbanan cinta!” seru Hendi, disambut dengan senyum semangat dari Kakang Haikal yang berjalan di belakang.

Pos 5 – Buyut Ketug: Pemandangan Memukau yang Mengobati Lelah

Setelah melewati tanjakan yang curam, kami tiba di Pos 5, Buyut Ketug. Di sini, pemandangan mulai terbuka dan kami bisa melihat hamparan pepohonan dari ketinggian. Perjalanan yang melelahkan seakan terbayar dengan pemandangan yang indah.

Kami duduk sejenak, menikmati bekal kecil sambil bercanda. Rapli berkata, “Tinggal separuh jalan lagi! Tenang, kalau nggak kuat kita guling aja sampai bawah.” Tawa kami pun pecah, menghangatkan suasana sebelum melanjutkan perjalanan.

Pos 6 – Sumber Hidup: Awal Tantangan Berat

Sekitar pukul 12 siang, kami sampai di Pos 6, Sumber Hidup. Dari sini, perjalanan semakin menantang. Jalur mulai berdebu, dan setiap langkah harus kami ambil dengan hati-hati agar tidak terpeleset. Debu-debu halus yang beterbangan benar-benar menguji mental dan fisik kami.

Rapli, yang sejak tadi memimpin, mulai mengingatkan, “Ingat, jangan sampai lemas di sini. Debunya kayak medan berasap, tahan napas kalau bisa.” Kami semua tertawa kecil, meski lelah makin terasa.

Pos 7 – Tanjakan Cita-Cita: Ujian Terakhir Sebelum Puncak

Medan semakin berat saat kami menuju Pos 7, Tanjakan Cita-Cita. Tanjakan ini bukan main curamnya, dan debu semakin tebal. Rasanya setiap langkah diiringi dengan peluh dan napas yang makin berat. Di sini, tawa mulai jarang terdengar karena energi mulai terkuras habis.

Kakang Haikal yang biasanya kalem pun mulai bersuara, “Ini cita-cita yang berat, tapi puncaknya pasti worth it!” Kami hanya bisa mengangguk setuju, berusaha bertahan di tanjakan penuh debu ini.

Pos 8 – Kawah Burung: Akhir Jalur Sebelum Summit

Sekitar pukul 5 sore, kami akhirnya tiba di Pos 8, Kawah Burung, pos terakhir sebelum puncak. Rasa lega dan bahagia terasa karena akhirnya berhasil menempuh jalur yang begitu melelahkan. Di sini, kami mendirikan tenda dan beristirahat sambil menikmati bekal yang tersisa.

Malam itu, sambil mengobrol di bawah langit yang bertabur bintang, kami membahas betapa beratnya trek dari Pos 6 hingga Pos 8. Namun, di balik kelelahan, ada kepuasan tersendiri karena berhasil melewati tantangan ini bersama-sama.

Summit Attack: Menuju Puncak Ciremai

Pukul 5 pagi, setelah istirahat yang cukup, kami bersiap untuk summit. Udara dingin dan angin pegunungan menemani langkah awal kami menuju puncak. Setiap langkah terasa lebih ringan karena tujuan sudah begitu dekat.

Saat matahari mulai menampakkan sinarnya, kami akhirnya sampai di Puncak Ciremai. Pemandangan dari atas benar-benar tak terlupakan—hamparan awan putih yang luas, dan keindahan alam yang membentang sejauh mata memandang. Rasanya semua lelah hilang begitu saja.

Kami mengabadikan momen ini dengan foto bersama, berlatar belakang pemandangan yang tak ternilai. Tawa dan senyum menghiasi wajah kami, menyadari bahwa perjalanan panjang ini bukan hanya tentang mencapai puncak, tapi juga tentang persahabatan, kebersamaan, dan keberanian untuk menghadapi rintangan.

Perjalanan Pulang: Kenangan yang Tak Akan Terlupakan

Setelah beberapa saat menikmati puncak, kami mulai turun dengan hati yang lega. Meski turun melelahkan, cerita dan canda kembali menghiasi perjalanan. Jalur yang berat menjadi pengalaman tak terlupakan, terutama di pos-pos yang penuh tantangan seperti Tanjakan Cita-Cita dan Kawah Burung.

Perjalanan ini tak hanya tentang mencapai puncak, tapi juga tentang makna kebersamaan. Setiap pos yang kami lewati menjadi saksi kisah petualangan kami di Gunung Ciremai.